Nama : PENGADILAN NEGERI KEDIRI
Kelas : I B
Alamat : Jl. Jaksa Agung Suprapto No.14
Kode Pos : 64112
Telpon / Fax : (0354) 771607 / (0354) 772706
email : pnkediri@pn-kediri.go.id , pn.kediri@gmail.com
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyusunan Profil Pengadilan Negeri Kediri.
Profil ini memberikan gambaran secara umum dan ringkas tentang Peradilan Tingkat Pertama, khususnya informasi mengenai organisasi dan tatalaksana, data perkara, data ketenagaan, data sarana prasarana dan lain-lain.
Demikian, semoga profil ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya aparat Peradilan dalam merumuskan kebijakan dan memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.
SEJARAH SINGKAT KOTA KEDIRI
Sejarah Pengadilan Negeri Kediri
I. JAMAN KERAJAAN
Diantara dua masa kerajaan di Jawa Tengah, berdiri pusat kerajaan baru di Jawa Timur. Hal ini kita ketahui dari sebuah prasasti bertahun 726 Saka (840 M) yaitu “PRASASTI HARINJING” di desa Sukabumi Kec. Kepung Kab. Kediri. Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan huruf Kawi (Jawa Kuno).
Pada tahun 928 sewaktu pemerintahan Mpu Sendok tanah air kita terbagi atas dua daerah yang berpengaruh, yaitu sebelah barat dibawah pengaruh Sriwijaya, sedang sebelah Timur dibawah pengaruh Mataram.
Mpu Sendok seorang bangsawan dari Mataram mendirikan kerajaan baru di Jawa Timur, dengan gelar RAKAI HINO MPU SENDOK SRI ICANA WIKRAMADHARMA TUNGGADEWA (929-947 M), ibukota negara Icana tidak jelas, tetapi kira-kira di Loceret Nganjuk (ini ditandai dengan ditemukannya Candi Lor) pada tahun 929-1222 M.
Setelah Mpu Sendok meninggal tahun 947 M diganti oleh putranya Sri Isyana Tunggawijaya yang kawin dengan Lokapala dan kemudian diganti oleh putranya Sri Makutawangsa Whardana. Selanjutnya pada tahun 990-1007 yang menjadi raja adalah Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tunggadewa. Pada waktu pemerintahan Dharmawangsa memutuskan perhatiannya pada politik luar negeri, membina kerajaan maritim yang kuat dan berusaha menguasai perdagangan di lautan. Pada tahun 1007 ketika Dharmawangsa sedang mengadakan pesta perkawinan putrinya dengan Airlangga, tiba-tiba istana diserbu dan dibakar. Dharmawangsa mati terbunuh. Sedangkan Airlangga dapat meloloskan diri dari peristiwa itu dengan diiringi oleh Narotama, kemudian hidup selama 4 tahun dihutan dekat Wonogiri.
A. PEMERINTAHAN AIRLANGGA
Pada tahun 1019 atas permintaan beberapa Adipati dan kaum Brahmana yang masih setia, Airlangga diangkat menduduki kembali tahta. Ia bertahta dan bergelar CRIMAHARAJA RAKELAHU CRILO-KESWARA DHARMAWANGSA AIRLANGGA ANANTA WIKRAMA-TUNGGADEWA. Pada masa pemerintahannya , Airlangga menyatukan daerah-daerah kerajaan Dharmawangsa yang telah pecah-belah akibat pengaruh Sriwijaya.
Memindahkan ibukota kerajaan dari Wuwutan Mas ke Kahuripan kembali.
Mengadakan perbaikan sistem pengadilan dengan menghapus hukuman siksa diganti hukuman denda.
Memajukan pertanian dengan mendirikan pematang-pematang besar di desa dari Wringin Sapta pada sungai Brantas, sehinga desa dan sawah-sawah terhindar dari banjir, Bandar Ujung Galuh dekat Surabaya menjadi Makmur.
Memperhatikan dan memajukan perdagangan baik didalam maupun diluar negeri ke Champa, India Utara dan India Selatan.
Memerintahkan menyalin buku Mahabarata kedalam bahasa Jawa Kuno sehingga rakyat dapat membaca dan terpengaruh oleh peradaban Hindu. Mpu Kanwa menyalin buku Arjuna Wiwaha sebagai lambang perkawinan Airlangga, dan Gatot Kaca Sraya.
Mendirikan pertapaan yang indah di Pucangan, serta memperbaiki tempat-tempat suci.
Sesuai dengan kehidupan orang Hindu, Airlangga ingin memenuhi kewajibannya yaitu menjadi pertapa, dan sebelum mengundurkan diri pada tahun 1041 ia membagi kerajaanmenjadi dua bagian untuk kedua putranya.
Adapun pembagian kerajaan sebagai berikut :
Bagian Timur : Kerajaan Jenggala denga ibukota Kahuripan meliputi daerahSurabaya, Malang dan Besuki.
Bagian Barat : Kerajaan Panjalu atau Kadiri meliputi daerah Kediri, Madiundengan ibukota Dahapura.
Ketika Airlangga menjadi pertapa terkenal dengan nama JATIWINDRA atau MAHARESI GENTAYU hingga akhir hidupnya tahun 1049. Abu jenasahnya dimakamkan dilereng Gunung Peanggungan.
B. KERAJAAN KADIRI
Mungkin raja-raja Jenggala tidak cakap, sehingga tidak seberapa lama Jenggala tidak terdengar lagi, adapun kerajaan Panjalu menjadi lebih terkenal dengan nama DHAHA letak ibukota kira-kira di kota Kediri sekarang ini. Pada pertengahan abad ke-11 mulailah sejarah kerajaan Kadiri, SRI JAYAWARSA sebagai raja pertama memerintah pada tahun 1104-1115 M.
KAMISWARA menggantikan Sri Jayawarsa ia memerintah pada tahun 1115-1130 M, untuk mengakhiri pertentangan dengan Jenggala, ia kawin dengan SRI KIRANA (sebagai perkawinan politik). Pada jaman pemerintahannya hidup pujangga termasyur yaitu Mpu Dharmaja mengarang kitab Semara Dahana dan Mpu Tanakung mengarang Kitab Lubdaka dan Wertasantya.
SRI JAYABAYA memerintah pada tahun 1135-1157 M, yang terkenal sebagai pujangga dan sering dihubungkan dengan buku Jayabaya, pada jamannya hidup dua pujangga yaitu Mpu Sedah yang menyalin buku Bharatayuda dari Mahabarata yang kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh.
Setelah Jayabaya, kerajaan Dhaha diperintah oleh antara lain :
- Sarwosworo pada tahun 1159-1161
- Aryosworo pada tahun 1171-1174
- Gandra pada tahun 1181
- Kamesworo II pada tahun 1182-1185
Raja Kadiri terakhir adalah KERTAJAYA yang memerintah pada tahun 1185-1222 M, ia memerintah dengan sewenand-wenang hingga timbul pemberontakan yang melemahkan kerajaan. Seperti pertentangan-pertentangan antara Kertjaya dengan golongan Pendeta.
Golongan Pendeta menyingkir ke Tumapel (Ken Arok) dan selanjutnya mengadakan pemberontakan. Penyerangan Tumapel (Ken Arok) pada tahun 1222 telah meruntuhkan kerajaan Kadiri, mulailah tahta kerajaan diduduki oleh Ken Arok dan Kerajaan dipindah ke Singosari.
Waktu Kerajaan Singosari di pegang oleh Kertanegara, maka Pemerintahan Kartanegara berhasil :
Mempersatukan Nusantara
Pembinaan menjadi Negara Maritim yang teguh
Membantu perkembangan agama Syiwa dan Budha
Dengan berkembangnya kekuasaan Singosari menimbulkan kecurigaan negara-negara sekitarnya, lebih-lebih kerajaan Mongol (Cina) dibawah Kaisar Kubilai Khan, yang ingin merebut tanah air kita.
Pada tahun 1280 Kubilai Khan mengirim utusan ke Singosari untuk minta pengakuaan kekuasaan yang dipertuankanke pada Singosari. Dengan tegas Singosari menolak permintaan Kubilai Khan sebagai Maharaja yang dipertuan, penolakan ini berarti konfrontasi melawan kerajaan Cina.
Sewaktu pemikiran Kartanegara dipusatkan untuk menghadapi kerajaan Cina, Jayakatwang keturunan Raja Kadiri (Kertajaya) tetap bercita-cita merebut kembali tahta kerajaan dari tangan Singosari. Pada tahun 1292 M, meletuslah pemberontakan menyerbu Singosari dan dapat merebut tahta kerajaan dan memindahkan pusat kerajaan kembali ke Kadiri.
Dalam penyerangan tersebut Kartanegara tewas dalam pertempuran, sedangkan R. Wijaya dapat melarikan diri ke Utara dan menyeberang ke Madura diterima oleh Arya Wiraraja.
Pada tahun 1293 Kubilai Khan mengirim pasukan ke Jawa untuk membalas penghinaan kartanegara, dalam kesempatan ini R. Wijaya menggunakan siasat bersekutu dengan pasukan Cina yang akan menghukum Kartanegara, dialihkan untuk menyerang Jayakatwang di Kadiri, akhirnya Jayakatwang menyerah dan ditahan hingga meninggal.
Selanjutnya pasukan Cina dihancurkan oleh pasukan R. Wijaya dengan meninggalnya Jayakatwang runruhlah kerajaan Kadiri, keruntuhan ini seakan-akan mengakhiri sejarah kerjaan Kadiri dan sejarah beralih pada jaman keemasan kerajaan Majapahit.
II. JAMAN PENJAJAHAN HINDIA BELANDA
A. Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia
Belanda yang berdagang di Lisbon untuk mengambil barang dagangan yang didatangakan dari Asia Selatan oleh bangsa Portugis pada tahun 1580 menghadapi kesukaran, karena kesukaran-kesukaran tersebut Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Hautman datang ke Indonesia (Banten) pada tahun 1596.
Dalam hal ini Belanda mendapat rintangan dari orang-orang Portugis sehingga mereka berusaha untuk mempersatukan pedagang-pedagang Belanda dal satu badan perdagangan yaitu VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) pada tahun 1602. Pada tahun 1799 VOC mengalami kerugian besar sehingga dibubarkan. Segala hal dan kewajibannya diambil oleh Pemerintah Republik Bataaf (Bataafsche Republik) pada tahun 1799-1807.
Pada tahun 1807 Republik Bataafsche dihapus oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti bentuknya menjadi Kerajaan Belanda (Koninkrijk Holland), dengan perubahan ketatanegaraan ini menyebabkan Indonesia menjadi bagian Kerajaan Belanda.
B. Selanjutnya khusus mengenai kota Kediri mulai tahun 1906
Berdasarkan Staasblad no. 148 tertanggal 1 maret 1906, mulai berlaku tanggal 1 April 1906 dibentuk Gemeente Kediri sebagai tempat kedudukan Resident Kediri, sifat pemerintahan otonom terbatas dan sudah mempunyai Gemeente Road sebanyak 13 orang, yang terdiri atas 8 orang golongan Eropa dan yang disamakan, 4 orang Pribumi (Inlander) dan 1 orang Bangsa Timur Asing, dan berdasarkan Stbl No. 173 tertanggal 13 Maret 1906 ditettapkan anggaran keuangan sebesar f. 15.240 dalam satu tahun, pada tanggal 1 Nopember 1928 berdasarkan Stbl No. 498 menjadi Zelfstanding Gemeenteschap mulai berlaku tanggal 1 Januari 1928 (menjadi otonom penuh).
Meskipun telah dibentuk “de Gemeente kediri” pemerintah dalam negeri ata de Algemene bestuursvoering tidak dipegang oleh Gemeente Kediri tetepi dipegang oleh Het Inlandeche Bestuur yang dipimpin oleh Regent Van kediri (Bupati) wewenang gemeente Bestuur hanya meliputi pengurusan got-got dalam kota, pungutan karcis pasar, pemeliharaan jalan kota dan pungutan penneng sepeda.
Pemerintah umum dipegang oleh Assisten Wedono dan Bupati. Jadi tidak ada hubungan heararchis didalam pemerintahan umum dengan Bestuur hanya merupakan hubungan kerja dan kepamongprajaan dipegang oleh Bupati kediri.
III. JAMAN PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 10 Maret 1942, maka Kota Kediri pun mengalami perubahan pemerintahan. Karena wilayah kerja Gemeente Kediri yang begitu kecil dan tugasnya sangat terbatas oleh pemerintah Jepang daerahnya diperluas menjadi daerah kota sekarang daerah Kediri Shi dikepalai oleh Shicho.
Kediri Shi terdiri dari 3 Son dikepalai oleh Shoncho Son itu terdiri dari beberapa Ku dikepalai Kucho Pemerintahan Kediri Shi dipimpin oleh seorang Shicho (Walikotamadya) tidak saja menjalankan pemerintahan otonomi tetapi juga menjalankan algemeen bestuur (Pemerintahan Umum). Hanya di bidang otonomi tidak didampingi oleh DPRD. Wewenang penuh ditangan Kediri Shicho.
IV. PERIODE JAMAN KEMERDEKAAN
Dengan dijatuhkannya bom atom di Hirosyma dan Nagasaki pada tanggal 6 Agustus 1945 dan 9 Agustus 1945, pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu tanpa syarat. Dengan penuh kesabaran disertai keberanian dan bertekad “lebih baik mati berkalang tanah daripada dijajah” setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945 muncullah di Kediri Syodancho Bismo (Mayor Bismo) bersama-sama tokoh Gerakan Pemuda beralihlah kekuasaan Pemerintah dari tangan Jepang. Pertemuan besar-besaran dikalangan tokoh masyarakat Kediri dengan pemuda bertempat di Perguruan Taman Siswa (Jl. Pemuda No. 16 kediri) dengan pokok pikiran :
a. Perlu segera diumumkan sikap pernyataan Daerah RI dan aparatur Pemerintah RI
b. Segera melucuti senjata bala tentara Jepang
Sikap yang tidak ragu-ragu diteruskan dengan pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan tokoh masyarakat, pejabat-pejabat dan exponen bersenjata di Gedung Nasional Indonesia (GNI).
Mayor Bismo mengawali masuk dan membimbing Fuko Cho Kan Alm. Abdul Rochim Pratolikrama dan ditengah-tengah gelora massa mengumumkan kesediaanya berdiri dibelakang Pemerintah RI dan mengangkat diri sebagai Resident RI Daerah RI. Massa Rakyat dengan pimpinan Mayor Bismo dengan disertai teriakan “Merdeka-Merdeka-Merdeka” menyerang markas Ken Pe Tai (Jl. Brawijaya 27), kemudian dilangsungkan perundingan. Sebagai hasil perundingan, Jepang menurunkan benderanya dan diganti bendera Merah Putih.
Demikian sekilas perebutan kekuasaan dari bangsa Jepang di Kediri, habislah sejarah Pemerintah Jepang di Kediri, maka Pemerintah beralih kepada RI. Mula-mula walikota didampingi oleh Komite Nasional Kotamadya, kemudian daerah berkembang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
SEJARAH PENGADILAN
Negara Indonesia merupakan Negara Hukum, oleh sebab itu fungsi lembaga peradilan di Indonesia sangat penting. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara hukum dilihat dari bagaimana negara memperlakukan hukum, baik bentuk peradilan maupun fungsi peradilan itu sendiri.
Sejarah berdirinya lembaga pengadilan di Indonesia telah ada sebelum penjajahan Belanda. Kala itu dikenal adanya berbagai pengadilan yang diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan di nusantara. Pada zaman kerajaan,yang memiliki kekuasaan dan menjalankan peradilan adalah seorang raja, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua perkara diadili oleh raja.Karena pada setiap kesatuan hukum memiliki Kepala Adat dan Kepala Daerah yang juga bertindak sebagai hakim perdamaian. Hal ini dibuktikan dengan adanya penyelidikan sarjana Belanda yang berhasil menunjukkan adanya suatu garis pemisahan di antara pengadilan raja dengan pengadilan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat tertentu. Perkara-perkara yang menjadi urusan pengadilan raja disebut perkara Pradata, perkara-perkara yang tidak menjadi urusan pengadilan raja disebut perkara Padu.Perkara Padu adalah perkara mengenai kepentingan rakyat perseorangan, perkara ini diadili oleh pejabat negara yang disebut jaksa.
Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
a. 1945-1949
Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 tertanggal 18 Agustus 1945 yang menyatakan:”Segala Badan Negara dan peraturan yang ada langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang- undang Dasar ini”. Hal ini berarti bahwa semua ketentuan badan pengadilan akan tetap berlaku sepanjang belum diadakan perubahan. Dengan adanya Pemerintahan Pendudukan Belanda di sebagian wilayah Indonesia maka Belanda mengeluarkan peraturan tentang kekuasaan kehakiman yaitu Verordening No. 11 tahun 1945 yang menetapkan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilakukan oleh Landgerecht dan Appelraad dengan menggunakan HIR sebagai hukum acaranya.Pada masa ini juga dikeluarkan UU Nomor 19 tahun 1948 tentang Peradilan Nasional yang ternyata belum pernah dilaksanakan.
b. 1949-1950
Pasal 192 Konstitusi RIS menetapkan bahwa Landgerecht diubah menjadi Pengadilan Negeri dan Appelraad diubah menjadi Pengadilan Tinggi.
c. 1950-1959
Adanya UU Darurat No.1 tahun 1951 yang mengadakan unifikasi susunan, kekuasaan, dan acara segala Pengadilan Negeri dan segala Pengadilan Tinggi di Indonesia dan juga menghapuskan beberapa pengadilan termasuk pengadilan swapraja dan pengadilan adat.
d. 1959 sampai sekarang terbitnya UU No. 14 Tahun 1970
Pada masa ini terdapat adanya beberapa peradilan khusus di lingkungan Pengadilan Negeri yaitu adanya Peradilan Ekonomi (UU Darurat No. 7 tahun 1955), peradilan Landreform (UU No. 21 tahun 1964). Kemudian pada tahun 1970 ditetapkan UU No 14 Tahun 1970 Pasal 10 menetapkan bahwa ada 4 lingkungan peradilan yaitu: peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara.
PENGADILAN NEGERI KEDIRI
Pengadilan Negeri Kediri ada sejak Indonesia belum merdeka, Namun pada waktu itu bernama Landraad bukan Pengadilan. Landraad adalah istilah yang berarti Pengadilan Negeri Hindia Belanda. Landraad adalah badan peradilan yang “normal” untuk orang-orang pribumi. Di Jawa dan Madura, dengan ketua majelis hakimnya yakni Residen, pejabat tinggi kolonial berkebangsaan Belanda atau Eropa. Anggota majelisnya terdiri dari Bupati, patih, Wedana dan Asisten Wedana.
Setelah Indonesia merdeka berulah istilah tersebut diganti menjadi Pengadilan Negeri, agar nama tersebut mudah dipahami oleh masyarakat, pengadilan Negeri Kediri sebelum tahun 1983 menempati gedung yang beralamat di Jl. Jaksa Agung Suprapto No.14 Kediri. Kemudian terjadi pemisahan wilayah antara Kediri Kota dan Kediri Kabupaten maka Kantor Pengadilan Negeri Kediri berpindah di Jl. Dr. Saharjo No.20 Kediri.
Pengadilan Negeri Kediri yang beralamat di Jl. Jaksa Agung Suprapto No.14 Kediri yang merupakan gedung cagar budaya mendapatkan alokasi anggaran untuk direstorasi dan direhabilitasi, kegiatan tersebut telah dilaksanakan dan telah selesai. Pada tanggal 11 Juni 2019 gedung Kantor Pengadilan Negeri Kediri diresmikan oleh Bapak Dr. H. Herri Swantoro,S.H., M.H. yang pada saat tersebut menjabat sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung R.I.
Dan pada tanggal 24 Juni 2019 Kantor Pengadilan Negeri Kediri telah berpindah operasionalnya di Jalan Jaksa Agung Suprapto No.14 Kediri hingga sekarang.
Views: 644